Tuesday, January 25, 2011

Ketaatan Kepada Ibu Seperti Uwais Al Qarni

Pada zaman Nabi Muhammad saw, di Negeri Yaman ada seorang pemuda yang bernama Uwais Al-Qorni. Pemuda miskin yang hidup bersama ibunya ini dikenal sangat sholeh, disela-sela kesibukannya mencari nafkah sebagai penggembala ternak (onta dan domba) milik orang lain ia tidak lalai merawat dan mengurus ibunya. Sebab tidak ada lagi sanak famili yang dimiliki dan sejak kecil ia telah yatim. Satu-satunya keluarga yang masih ia miliki hanyalah ibundanya yang sudah tua dan menderita kebutaan dan tuli.
Upah yang ia terima dari menggembala ternak hanya cukup buat hidup dengan ibunya, bila ada kelebihan sering ia berikan kepada tetangganya yang membutuhkan. Oleh karena itu walaupun ia seorang pemuda miskin namun sangat disenangi dan dihormati oleh tetangganya.
Ajaran Islam yang mendidik dan mengajarkan akhlak yang luhur, dalam waktu yang relatif singkat memperoleh simpati dan telah memiliki penganut yang cukup banyak di Negeri Yaman. Demikian pula dengan Uwais Al-Qorni, ia telah mengenal dan mengamalkan ajaran tersebut dengan tekun. Adapun cerita tentang Nabi sering ia dengar dari para tetangga yang telah berkunjung ke Madinah. Pada masa itu sudah banyak penduduk Yaman yang berkunjung ke Madinah untuk bertemu Nabi saw, mereka ingin menerima ajaran langsung dari Beliau saw, yang kemudian akan mereka sebar luaskan setelah kembali di Negerinya.
Ketika Uwais Al-Qorni mendengar berita tentang perang uhud, yang menyebabkan Nabi Muhammad saw mendapat cedera karena terkena lemparan batu dan giginya patah, maka segera ia menggetok giginya dengan batu hingga patah. Demikianlah kecintaan Uwais Al Qorni terhadap Rasululloh saw.
Dorongan cinta dan rindu Uwais Al-Qorni terhadap Nabi membuat dirinya ingin berkunjung ke Madinah untuk menemuainya. “Kapan aku dapat menziarahi Nabi Muhammad s.a.w. dan memandang wajahnya dari dekat” demikian kata hatinya. Namun di sisi lain ia tidak dapat meninggalkan ibunya begitu saja. Hal ini membuat hatinya gelisah, siang-malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah Nabi saw. Hingga suatu hari ia datang mendekati ibunya dan menyampaikan isi hatinya tentang rindunya untuk bertemu Nabi saw, serta memohon agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Muhammad saw di Madinah.
Mendengar permohonan putranya yang mengharukan itu maka ia-pun memaklumi-nya : “Pergilah wahai Uwais anaku, temuilah Nabi di rumahnya, dan bila telah berjumpa dengannya segeralah engkau kembali pulang”. Mendengar ucapan ibunya yang mengijinkan untuk pergi, Uwais sangat gembiranya hatinya. Maka  segera ia berkemas dan menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, sambil berpesan kepada beberapa tetangga dekatnya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Setelah berpamitan dan mencium ibunya maka berangkatlah ia menuju Madinah. Perjalanan ia tempuh dengan berjalan kaki dengan melewati perbukitan dan gurun pasir yang sangat luas, dengan alam yang sangat keras serta banyak gangguan, mulai dari penyamun - panasnya gurun pasir di siang hari bagaikan lautan api sedang pada malam hari dinginnya sampai terasa menusuk tulang. Namun hal ini tidak dirasakannya karena kemauannya yang kuat untuk bertemu dan memandang wajah Nabi orang yang selama ini dicintai dan dirindukan.
Tidak diceritakan berapa lama perjalanan yang ia tempuh. Setibanya di Madinah Uwais Al-Qorni segera mencari rumah Nabi Muhammad saw. Dan untuk menemukan rumah Nabi bukanlah pekerjaan yang sulit. Setelah berada didepan pintu rumah Nabi ia ucapkan “assalamu’alaikum” dengan khidmat dan sopan, karena tidak segera ada jawaban dari dalam rumah yang terlihat sepi maka Uwais mengulang ucapan salam hingga beberapa kali. Setelah menunggu beberapa saat barulah ada jawaban dari seorang wanita “wa’alaikum salam” dengan tergopoh-gopoh wanita tersebut menuju pintu untuk menemui Uwais. Di hadapan wanita tersebut, dengan penuh hormat Uwais menceritakan asal usulnya dan mengutarakan maksudnya. Wanita itu, yang ternyata adalah Siti Aisyah r.a. menjelaskan bahwa Nabi yang ingin dijumpainya sedang tidak ada dirumah dan entah sampai kapan Beliau kembali. Mendengar penjelasan Siti Aisyah r.a. tersebut Uwais Al-Qorni terdiam sesaat, hatinya bimbang “antara ingin menunggu kedatangan Nabi atau segera pulang kembali kepada ibunya”. Uwais bukanlah orang yang mudah terombang-ambing oleh keraguan,  rasa tanggung jawab kepada ibunya yang begitu besar, maka ia lebih memilih untuk kembali. Maka dengan sopan santun ia segera mohon diri kepada Sitti Aisyah r.a. untuk segera pulang ke Yaman, ia hanya menitipkan salam untuk Nabi Muhammad saw yang sangat dicintainya.
Setelah Nabi Muhammad saw kembali dan berada di rumahnya, beliau saw menanyakan orang yang mencarinya. Kemudian Sitti Aisyah r.a. pun menuturkan tentang kedatangan seorang pemuda dari Negeri Yaman yang ingin sekali bertemu dengan Nabi, namun pemuda itu tidak bersedia menunggu sampai Nabi kembali sebab ia tidak dapat lama-lama meninggalkan ibundanya. Nabi menjelaskan mengenai Uwais Al Qorni kepada para sahabat : “ia adalah penghuni langit bila kalian berjumpa ia, perhatikan ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya”. Setelah itu Nabi memandang kepada Ali r.a. dan Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan ia, mintalah do’a dan istighfarnya


Waktu terus berlalu, peristiwa demi peristiwa silih berganti. Setelah Nabi Muhammad saw wafat, tampuk kepemimpinan digantikan oleh Sayyidina Abubakar Assidiq, demikian pula setelah Sayyidina Abubakae Assidiq wafat, sebagai amirul mu’minin diserahkan pada Sayyidina Umar ibnu Khotob, seorang sahabat yang dikenal sangat zuhud dan disiplin serta sangat takut kepada Allah swt. Pada masa-masa itulah Sayyidina Ali bin Abutholib teringat akan pesan Rosululloh saw mengenai pemuda Yaman yang bernama Uwais Al-Qorni, yang oleh Nabi saw disebut sebagai “penghuni langit“. Maka Sayyidina Ali r.a. segera menyampaikan hal itu kepada Sayyidina Umar r.a.
Maka sejak saat itu mereka selalu berupaya untuk bertemu dengan Uwais Al Qorni. Sehingga setiap ada kafilah-kafilah yang datang dari negeri Yaman, kedua sahabat Nabi tersebut selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qorni, “apakah ia ada bersama mereka” ?. Namun sampai beberapakali rombongan pedagang dari negeri Yaman itu datang dan pergi, silih berganti tidak sekalipun kedua sahabat Nabi tersebut menemukan Uwais Al-Qorni di antara mereka.
Putus asa dan mudah menyerah bukanlah sifat para sahabat Nabi. Demikian pula dengan Sayyidina Umar dan Sayyidan Ali, mereka tidak pernah berhenti mencari dan menanyakan Uwais Al-Qorbi di antara kafilah unta dari negeri Yaman itu. Sampai suatu saat datanglah kafilah dari negeri Yaman, sebagaimana biasa meraka membawa unta untuk mengangkut barang dagangannya, dan rupanya kali ini Uwais Al Qorni turut serta dalam rombongan tersebut, ia bertugas mengurus dan merawat unta-unta milik para pedagang tersebut. Maka ketika Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali r.a. menanyakannya, salah satu dari rombongan tersebut mengatakan bahwa orang yang selama ini selalu ditanyakan ada di perbatasan kota. Ketika mendengar jawaban tersebut, maka kedua sahabat Nabi ini segera pergi menemui Uwais Al-Qorni.
Setelah berada di depan kemah tempat Uwais berada, mereka memberi salam, dan tidak lama kemudian keluarlah Uwais Al-Qorni seraya menjawab salam sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, sewaktu bersalaman Sayyidina Umar r.a. dengan segera membalikkan telapak tangannya, untuk mengetahui kebenaran yang dikatakan oleh Nabi, dan ternyata tanda putih pada telapak tangan Uwais Al-Qorni itu benar serta wajahnya tampak bercahaya. Kemuadian kedua sahabat Nabi ini menanyakan namanya, maka dijawab nama saya “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan “kami juga Abdullah [hamba Allah], tapi siapa nama yang sebenarnya”. Kemudian dijawab “Uwais Al Qorni”.
Dalam pembicaraan, Uwais Al-Qorni menceritakan bahwa Ibunya telah meninggal dunia, karena itulah kini ia dapat ikut bersama rombongan kafilah dagang berkeliling mengunjungi negeri lain. Kemudian Sayyidina Umar dan Sayiidina Ali r.a. mohon agar Uwais Al-Qorni bersedia membacakan do’a dan istighfar untuk mereka berdua. Semula Uwais menolak dan berkata “Sayalah yang seharusnya meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, kedua sahabat Nabi berkata “Kami datang kesini untuk memohon do’a dan istighfar dari Anda” Karena didesakan maka Uwais Al-Qorni pun mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a dan membacakan istighfar bagi Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali r.a.
Setelah Uwais selesai membaca berdo’a, Sayyidina Umar r.a. berjanji akan menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Namun segera saja Uwais Al-Qorni menolak dengan berkata “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang, untuk hari-hari selanjutnya - biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”. Setelah itu merekapun berpisah dan saling mengucapkan salam. ———–

Hingga akhir hayatnya tidak banyak orang yang mengetahui siapa sesungguhnya Uwais Al-Qorni, yang mereka ketahui adalah Uwais Al-Qorni yang fakir dan miskin serta tidak memiliki sanak saudara. Hal ini disebabkan dirinya tidak ingin diketahui orang lain, sebagaimana yang ia katakan kepada Sayyidina Umar ibnu Khotob dan Sayyidina Ali ibnu Abuthollib r.a. : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang, untuk hari-hari selanjutnya biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”. Bahkan saat itu ia menolak sumbangan  dari Sayyidina Umar ibnu Khotob r.a. sebagai jaminan hidupnya,. Betapa mulianya ia dan betapa tinggi derajatnya di sisi Allah swt. Sehingga di saat wafatnya ada beberapa peristiwa yang sempat menggemparkan penduduk negeri Yaman.
Sepertinya Allah swt telah mengutus dan menggerakan malaikatnya untuk mengurus jenazah Uwais Al-Qorni. Maka ketika jenazah tersebut akan dimandikan, di tempat tersebut sudah banyak orang yang menunggu untuk melaksanakannya; demikian juga pada saat jenazah hendak dibungkus dengan kain kafan, di tempat itu-pun sudah ada beberapa orang yang menunggu untuk melakuna tugas tersebut;  dan ketika jenazah akan dibawa ke tempat pemakaman, banyak sekali orang yang siap untuk mengangkat dan mengusungnya; bahkan pada saat jenazah akan dimakamkan ternya ditempat tersebut-pun telah siap orang-orang yang akan melakukan tugas-tugas tersebut, (konon orang-orang yang mengurus jenazah Uwais tersebut tidak dikenal oleh penduduk sekitar dan mereka berpakain serba putih). Hal ini membuat penduduk Yaman tercengan, “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qorni, sehingga Allah mengutus Malaikat untuk mengurus jenazahmu”.
Sepeninggal Uwais Al-Qorni, perlan-lahan penduduk negeri Yaman mengetahui siapa ia, bahkan Nabi Muhammad saw sempat menyebutkan bahwa Uwasi Al-Qorni sebagai “penghuni langit”.
Di dalam bukunya yang berjudul “Mistahussudur” Syaikh Akhmad Sohibulwafa Tajularifin r.a. menuliskan : “Jadi, para syaikh ini sesungguhnya thareqat (jalan) menuju Allah swt, sekaligus penunjuk jalan muju Allah swt, serta pintu masuk menuju Allah swt. Oleh karena itu, setiap murid yang ingin ma’rifat lepada Allah swt harus memiliki seorang syaikh, sebagaimana telah kita jelaskan di atas, kecuali mereka yang memang memperoleh ma’rifat lewat jalan dedikasi total kepada Allah dan dengan cara yang luar biasa. Bisa saja Allah memilih salah seorang hamba-Nya, Dia sendiri yang mendidiknya, menjaganya dari godaan syaitan dan dari noda hawa nafsu seperti Nabi Ibrahim a.s. Nabi Muhammad saw dan Uwais Al-Qorni dan para wali dan lain-lain semoga Allah mencurahkan Rahmat kepada mereka… amin…

No comments:

Post a Comment