Wednesday, January 26, 2011

Jafar Bin Abi Thalib



Ia seorang yg gagah tampan berwibawa. Warna kulitnya yg cerah bercahaya kelemah-lembutannya yg sopan santun kebaikannya yg rendah hati dan kasih sayang serta kebersihan hidup dan kesucian jiwanya semua itu memperlihatkan kepada kita betapa miripnya jasmani dan perangainya dgn Rasulullah saw. Pada dirinya juga bertemau pokok kebaikan dan keutamaan. Ia diberi gelar oleh Rasulullah saw sebagai “bapak si miskin.” Ia datang kepada Rasulullah saw memasuki agamaIslam dgn mengambil kedudukan tinggi di antara mereka yg sama-sama pertama kali beriman. Isterinya Amma binti ‘Umais juga ikut menganutIslam pada hari yg sama. Keduanya dgn keberanian dan ketabahannya tampil ke muka utk hijrah ke Habsy hingga tinggal di sana selama bebarap tahun. Di sana mereka dikaruniai tiga orang anak Muhammad Abdullah dan ‘Auf. Dengan hati yg tenang akal pikiran yg cerdas jiwa yg mempu membaca situasi dan kondisi serta lidah yg fasih Ja’far bin Abi Thalib menjadi juru bicara yg lancar dan sopan selama di Ethiopia. Kaum Quraisy yg musyrik tidak senang dgn hijrahnya beberapa kaum muslimin ke Ethiopia. Mereka sangat takut dan cemas jika kaum muslimin menyebar dan bertambah kuat. Oleh krn itu para pemimpin Quraisy mengirimkan dua orang utusan terpilih utk menghadap kaisar di Habsy lengkap dgn membawa hadiah-hadiah yg sangat berharga. Kedua utusan itu Abdullah bin Abi rabi’ah dan Amar bin Ash menyampaikan harapan Quraisy agar Negus mengusir kaum muslimin yg hijrah ke Habsy. Negus yg waktu itu bertahta di singgasana Ethiopia adl seorang tokoh yg mempunyai iman yg kuat. Dalam lubuk hatinya ia menganut agamaNasrani secara murni dan padu jauh dari penyelewengan dan lepas darifanatik buta dan menutup diri. Nama baiknya telah tersebar ke mana-mana dan perjalanan hidupnya yg adil telah melampaui batas negerinya. Oleh krn itulah Rasulullah memilih negerinya menjadi tempat hijrah bagi sahabat-sahabatnya dan krn ini pulalah kaum kafir Quraisy merasa khawatir kalau-kalau maksud dan tipu muslihat mereka menjadi gagal dan tidak berhasil. Pemimpin-pemimpin Quraisy menasehati kedua utusannya agar mereka mendekati dan memberikan hadiah-hadiah kepada patrik dan uskup terlebih dahulu sebelum menghadap kepada kaisar. Hal itu bertujuan agar para pendeta merasa puas dan berpihak kepada mereka. Sampailah kedua utusan itu ke tempat tujuan merekaEthiopia. Mereka menghadap pemimpin-pemimpin agama dgn membawa hadiah-hadiah yg besar kemudian mengirim hadiah-hadiah kepada Negus. Demikianlah keduanya terus-menerus membangkitkan dendam kebencian di antara para pendeta. Dengan sokongan moril para pendeta itu keduanya berharap kepada Negus agar mengusir kaum muslimin kelaur dari negerinya. Suatu ketika dataglah hari-hari di saat keduanya akan menghadap kaisar yg telah ditetapkan. Kaum muslimin pun diundang utk menghadapi dendam kesumat Quraisy yg masih hendak melakukan muslihat keji dan menimpakan siksaan kepada mereka. Dengan air muka yg jernih berwibawa dan kerendahan hati yg penuh pesona Baginda Negus pun duduk di atas kursi kebesarannya yg tinggi dikelilingi oleh para pembesar gereja dan lingkungan terdekat istana. Di hadapannya di atas suatu ruangan luas duduk pula kaum Muhajirin Islamyg diliputi suasana penuh ketenangan dan ketenteraman. Kedua utusan kaum Quraisy berdiri mengulangi tuduhan mereka yg pernah mereka lontarkan terhadap kaum muslimin di hadapan kaisar pada suatu pertemuan khusus yg disediakan oleh kaisar sebelum pertemuan besar yg menegangkan ini. “Baginda Raja yg mulia..! telah menyasar orang-orang bodoh dan tolol ke negeri paduka. Mereka tinggalkan agama nenek moyang mereka tetapi tidak pula hendak memasuki agama paduka; bahkan mereka membawa agama baru yg mereka ada-adakan yg tak pernah kami kenal dan tidak pula oleh paduka. Sungguh kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang di antara bangsa dan bapak-bapak mereka paman-paman mereka keluarga-keluarga mereka agar paduka sudi mengembalikan orang-orang ini kepada kaumnya kembali.” Negus memalingkan mukanya ke arah kaum muslimin sambil melontarkan pertanyaan “Agama apakah itu yg menyebabkan kalian meninggalkan bangsa kalian tetapi tidak memandang perlu kepadaagama kami?” Ja’far bin Abi Thalib pun bangkit berdiri utk menunaikan tugas yg telah dibebankan oleh kawan-kawannya sesama Muhajirin yakni tugas yg telah mereka tetapkan dalam suatu rapat yg diadakan sebelum pertemuan ini. Dilepaskannya pandangan ramah penuh kecintaan kepada baginda Raja yg telah berbuat baik menerima mereka lalu berkata “Wahai paduka yg mulia! Dahulu kami memang orang-orang jahil dan bodoh kami menyembah berhala memakan bangkai melakukan pekerjaan keji memutuskan tali silaturahmi menyakiti tetangga dan orang yg berhampiran. Waktu itu yg kuat memakan yg lemah hingga datanglah masanya Allah mengirim Rasul-Nya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usul kejujuran ketulusan dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami utk mengesakan Allah dan mengabdikan diri pada-Nya dan agar membaung jauh-jauh apa yg pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar menunaikan amanah menghubungkan silaturrahmi berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari menumpahkan darah serta semua yg dilarang Allah.” “Dilarangnya kami berbuat keji dan zina mengeluarkan ucapan bohong memakan harta anak yatim dan menuduh berbuat jahat terhadap wanita-wanita yg baik-baik. Lalu kami benarkan dia dan kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikit pun juga; dan kami haramkan apa yg diharamkan-Nya kepada kami; dan kami halalkan apa yg dihalalkan-Nya utk kami karenanya kaum kami sama memusuhi kami dan menggoda kami dariagama kami agar kami kembali menyembah berhala lagi dan kepada perbautan-perbuatan jahat yg pernah kami lakukan dulu. Maka sewaktu mereka memaksa dan menganiaya kami dan mengencet hidup kami dan mengahalangi kami dari agama kami kami kelaur hijrah ke negeri paduka dgn harapan agar mendapatkan perlindungan paduka dan terhindar dari perbuatan-perbautan aniaya mereka..” Ja’far bin Abi Thalib mengucapkan kata-kata mempesona ini laksana cahaya fajar. Kata-kata itu membagkitkan perasaan dan keharuan pada jiwa Negus lalu sambil menolak pada Ja’far bin Abi Thalib baginda bertanya “Apakah Anda ada membawa sesuatu yg diturunkan atas Rasulmu itu?”Jawab Ja’far bin Abi Thalib “Ada” Tukas Negus lagi “Cobalah bacakan padaku.” Lalu Ja’far bin Abi Thalib membacakan bagian dari surat Maryam dgn irama yg penuh merdu penuh kekhusuan dan memikat hati. Mendengar itu Negus lalu menangis dan para pendeta serta pembesar-pembesar agama lainnyapun tak tahan utk meneteskan air matanya. Sewaktu air mata lebat dari baginda sudah terhenti ia pun berpaling kepada kedua utusan Quraisy itu seraya berkata “Sesungguhnya apa yg dibaca tadi dan yg dibawa oleh Isa as sama memancar dari satu pelita. Kamu keduanya dipersilahkan pergi! Demi Allah kami tak akan menyerahkan mereka kepada kamu!” Akhirnya pertemuan itu pun bubar. Allah telah menolong hamba-hamba-Nya dan menguatkan mereka sementara kedua utusan Quraisy mendapat kekalahan yg hina. Akan tetapi Amr bin Ash seorang yg lihai dan ulung yg penuh dgn tipu muslihat licik tidak hendak menyerah begitu saja apalagi berputus asa. Begitu ia kembali bersama temannya ke tempat tinggalnya tak habis-habisnya ia berpikir dan memutar otak dan akhirnya berkata kepada temannya “Demi Allah besok aku akan kembali menemui Negus akan kusampaikan kepada baginda keterangan-keterangan yg akan memukul kaum muslimin dan membasmi urat akar mereka.” Teman-temannya menjawab “Jangan lakukan itu bukankah kita masih ada hubungan keluarga dgn mereka sekalipun mereka berselisih paham dgn kita.” Jawab Amr “Demi Allah akan kuberitakan kepada Negus bahwa mereka mendakwakan Isa anak Maryam itu manusia biasa seperti manusia yg lainnya.” Inilah rupanya tipu muslihat baru yg telah diatur oleh utusan Quraisy terhadap kaum Muslimin utk memojokkan mereka ke sudut yg sempit dan utk menjauhkan mereka ke lembah yg curam. Seandainya orang Islam terang-terangan mengatakan bahwa Isa itu salah seorang hamba Allah seperti manusia lainnya pasti hal ini akan membangkitkan kemarahan dan permusuhan raja. Sebaliknya jika mereka meniadakan pada Isa ujud manusia biasa niscaya keluarlah mereka dari aqidah agama mereka. Besok paginya kedua utusan itu segera menghadap Raja dan berkata kepadanya “Wahai Sri Paduka! orang-orang Islam itu telah mengucapkan suatu ucapan keji yg merendahkan kedudukan Isa.” Para pendeta dan kaum agama menjadi geger dan gempar. Gambaran dari kalimat itu cukup menggoncangkan Negus dan para pengikutnya. Mereka memanggil orang-orang Islam sekali lagi utk menanyai bagaimana sebenarnya pandangan agama Islamtentang Isa al Masih. Sebelum datang orang-orang Islam duduk berunding utk menentukan sikap terbaiknya dalam menghadapi situasi semacam ini. Akhirnya memperoleh kata sepakat utk menyatakan yg haq saja sebagaimana yg mereka dengar dari Nabi Muhammad saw. Mereka tak hendak menyimpang serambut pun dari padanya dan biarlah apa yg akan terjadi. Pertemuan baru pun diadakan. Negus mulai melakukan percakapan dgn bertanya kepada Ja’far bin Abi Thalib “Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?” Ja’far bin Abi Thalib bangkit sekali lagi laksana menara laut yg memancarkan sinar terang ujarnya “Kami akan mengatakan tentang Isa as sesuai dgn keterangan yg dibawa Nabi kami Muhammad saw bahwa Ia adl seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta kalimah-Nya yg ditiupkan-Nya kepada Maryam dari pada-Nya.” Negus bertepuk tangan tanda setuju seraya mengumumkan memang demikianlah yg dikatakan al Masih tentang dirinya. Tetapi pada barisan pembesar agama yg lain terjadi hiruk-pikuk seolah-oleh melihat ketidaksetujuan mereka. Negus yg terpelajar lagi beriman terus melanjutkan bicaranya seraya berkata kepada orang-orang Islam “Silakan sekalian Anda hidup bebas di negeriku! Siapa berani mencela dan menyakiti Anda orang itu akan mendapat hukuman yg setimpal dgn perbuatannya itu.” Kemudian Negus berpaling kepada orang-orang besarnya yg terdekat lalu sambil mengisyaratkan dgn telunjuknya ke arah kedua utusan kaum Quraisy berkatalah ia “Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini! Aku tak membutuhkannya! Demi Allah Allah tak pernah mengambil uang sogokan dari padaku di kala ia mengaruniakan takhta ini kepadaku krn itu aku pun tak akan menerimanya dalam hal ini.” Kedua kalinya kedua utusan Quraisy itu pun pergi keluar meninggalkan tempat pertemuan dgn perasan hina dan terpukul. Mereka segera memalingkan arah perjalanannya pulang menuju Mekah. Orang-orang Islam pun keluar di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib utk memulai kehidupan baru di tanah Ethiopia yakni penghidupan yg aman tenteram sebagaimana mereka katakan “Dinegeri yg baik dgn tetangga yg baik” hingga akhirnya datang saatnya Allah mengizinkan mereka kembali kepada Rasul mereka kepada sahabat dan handai taulan serta kampung halaman mereka. Di kala Rasulullah bersama Kaum Muslimin sedang bersukaria dgn kemenangan atas jatuhnya Khaibar tiba-tiba mucullah Ja’far bin Abi Thalib bersama sisa Muhajirin lainnya dariEthiopia. Tak terkatakan besarnya hati Nabi dan betapa bertambah bahagia dan gembiranya ia krn kedatangan mereka. Dipeluknya Ja’far bin Abi Thalib dgn mesra sambil berkata “Aku tak tahu entah mana yg lbh menggembirakanku Apakah dibebaskannya Khaibar atau kembalinya Ja’far bin Abi Thalib.” Dengan berkendaraan Rasulullah pergi bersama sahabat-sahabatnya ke Mekah utk melaksanakan umrah qadla. Sekembalinya ke Madinah jiwa Ja’far bin Abi Thalib bergelora dan dipenuhi keharuan setelah mendengar berita dan cerita sekitar sahabat-sahabatnya kaum muslimin baik yg gugur sebagai syuhada maupun yg masih hidup selaku pahlawan-pahlawan yg berjasa dari perang Badar perang Uhud Khandak dan peperangan-peperangan lainnya. Kedua matanya basah berlinang mengenang mukminin yg telah menepati janjinya dgn mengorbankan nyawa krn Allah. “Kapankah aku akan berbuat demikian?” pikirnya. Hatinya terasa terbang merindukan surga ia pun menunggu-nunggu kesempatan dan peluang yg berharga itu berjuang sebagai shahid di jalan Allah. Suatu ketika pasukan-pasukanIslam yg telah kita bicarakan dahulu sedang bersiap-siap hendak diberangkatkan menuju medan perang Muktah. Bendera dan panji-panji perang berkibar dgn megahnya disertai dgn gemerincingnya bunyi senjata. Ja’far memandang peperangan ini sebagai peluang yg sangat baik dan satu-satunya kesempatan seumur hidup utk merebut salah satu di antara dua kemungkinan membuktikan kejayaan besar bagi AgamaAllah dalam hidupnya atau ia akan beruntung menemui syahid di jalan Allah. Ia kemudian memohon kepada Rasulullah utk turut serta mengambil bagian dalam peperangan ini. Ja’far mengetahui benar bahwa peperangan ini tidaklah enteng dan main-main bahkan bukan peperangan yg kecil malah sebenarnya inilah suatu peperangan yg luar biasa baik tentang jauh dan sulitnya medan yg akan ditempuh maupun tentang besarnya musuh yg akan dihadapi yg belum pernah dialami umatIslam selama ini. Suatu peperangan melawan bala tentera kerajaan Romawi yg besar dan kuat yg memiliki kemampuan perlengkapan dan pengalaman serta didukung oleh alat persenjataan yg tak dapat ditandingi oleh orang-orang Arab maupun kaum muslimin. Walaupun demikian perasaan hati dan semangatnya utk berjihad di jalan Allah tidak bisa mengurungkan tekadnya utk ikut berperang bersama pasukan kaum muslimin lainnya. Akhirnya Ja’far diangkat Rasulullah menjadi panglima pasukan. Pasukan kaum muslimin mulai bergerak menuju Syria. Pada suatu hari yg dahsyat kedua pasukan itu pun berhadapan muka dan tak lama kemudian pecahlah pertempuran hebat. Romawi mengerahkan pasukannya sebanyak 200.000 orang prajurit. Meskipun melihat betapa banyaknya pasukan musuh Ja’far dan kaum muslimin lainnya tidak gentar dan tidak ciut nyalinya utk menghadapi pasukan kafirin itu. Pada saat panji-panji pasukan hampir jatuh dari tangan kanan Zaid bin Haritsah dgn cepatnya panji-panji itu disambar oleh Ja’far dgn tangan kanannya. Dengan panji-panji di tangan ia terus menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh. Prajurit Romawi semakin banyak mengelilinginya. Ja’far melompat terjun dari kudanya dan berjalan kaki lalu mengayunkan pedangnya ke segala jurusan yg mengenai leher musuhnya laksana malaikat maut pencabut nyawa. Sekilas terlihat olehnya seorang serdadu musuh melompat hendak menunggangi kudanya. Karena ia tak sudi hewannya itu dikenderai oleh manusia najis Ja’far pun menebas kudanya dgn pedangnya sampai tewas. Setapak demi setapak ia terus berjalan di antara barisan serdadu Romawi yg berlapis-lapis laksana deru angin mengeroyok hendak membinasakannya sementara suara meninggi dgn ucpannya yg gemuruh “Wahai surga yg kudambakan mendiaminya harum semerbak baunya sejuk segar air minumnya. Tentara Romawi telah menghampiri liang kuburnya terhalang jauh dari sanak keluarganya kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya.” Balatentara Romawi mengepung Ja’far bin Abi Thalib hendak membunuhnya laksana orang-orang gila yg sedang kemasukan setan. Kepungan mereka semakin ketat hingga tak ada harapan utk lepas lagi. Mereka tebas tangan kanannya dgn pedang hingga putus tetapi sebelum panji itu jatuh ketanah segera disambarnya dgn tangan kirinya. Lalu mereka tebas pula tangan kirinya tetapi Ja’far bin Abi Thalib mengepit panji itu dgn kedua pangkal lengannya kedada. Pada saat yg amat gawat ini ia bertekad akan memikul tanggung jawab utk tidak membairkan panji Rasulullah jatuh menyentuh tanah yakni selagi hayat masih dikandung badan. Entah kalau ia telah mati barulah boleh panji itu jatuh ke tanah. Pada saat jasadnya yg suci telah kaku panji pasukan masih tertancap di antara kedua pangkal lengan dan dadanya. Bunyi kibaran bendera itu seolah-oleh memanggil Abdullah bin Rawahah. Pahlawan ini membelah barisan musuh bagaikan anak panah lepas dari busurnya ke arah panji itu lalu merenggutnya dgn kuat. Gugurlah Ja’far bin Abi Thalib sebagai syuhada. Hari-harinya yg terdahsyat teragung dan terindah telah mengantarkannya menuju keharibaan Ilahi. Sungguh hari itu adl hari yg istimewa dan mempesona baginya. Demikianlah Ja’far bin Abi Thalib mempertaruhkan nyawa dalam menempuh suatu kematian agung yg tiada tara. Begitulah akhirnya ia menghadap Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia menyampaikan pengorbanan besar yg tidak terkira berselimutkan darah kepahlawannya. Allah Zat yg Maha mengetahui menyampaikan berita tentang akhir kesudahan peperangan kepada Rasul-Nya begitu pula akhir hidup Ja’far bin Abi Thalib. Tidak tahan utk meluapkan perasaan haru atas kematian sahabatnya Rasulullah pun menangis. Rasulullah kemudian pergi ke rumah saudara sepeupunya ini beliau berdoa utk anak cucunya. Mereka dipeluk dan diciuminya sementara air matanya yg mulia bercucuran tak tertahankan. Berkata Abdullah bin Umar “Aku sama-sama terjun di perang Muktah dgn Ja’far bin Abi Thalib. Waktu kami mencarinya kami dapati ia beroleh luka-luka bekas tusukan dan lemparan lbh dari 90 tempat!” Bayangkan Ja’far luka dgn 90 tempat bekas tusukan pedang dan lemparan tombak! Jika Anda ingin tahu tentang dirinya dengarkanlah sabda Rasulullah saw sebagai berikut. “Aku telah melihatnya di surga kedua bahunya yg penuh bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dgn tanda-tanda kehormatan.” Sumber Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah Khalid Muh. Khalid Al-Islam -Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

No comments:

Post a Comment