Wednesday, February 23, 2011

Kisah Segenggam Garam


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda yang kelihatannya sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka sangat kusut. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Kemudian Ia menyampaikan segala keluh kesahnya pada Pak Tua. Dengan tatapan yang bijak, Pak Tua hanya mendengarkan dengan seksama, tanpa berkomentar sedikitpun.
Setelah pemuda itu selesai, Pak Tua segera mengambil segenggam garam, dan meminta sang pemuda untuk menyiapkan segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya.”, ujar Pak tua itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang pemuda, sambil memuntahkan semua air yang diminumnya. Pak Tua itu, sedikit tersenyum.
Pak Tua kemudian mengajak tamunya untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Sesampainya di telaga, Pak Tua itu lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk seakan garam itu dibuatnya merata ke seluruh telaga.
“Coba ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Setelah pemuda itu meminumnya, Pak Tua bertanya lagi, “Bagaimana rasanya?”. Pemuda menjawab,”segar”. “Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si pemuda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si Pemuda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Luasnya hatimu, akan menawarkan segala kepahitan yang mendatangimu. Janganlah pernah engkau menolaknya, karena kepahitan itu selalu datang untuk mendewasakanmu, menyiapkan dirimu tuk menyambut kepahitan berikutnya…

No comments:

Post a Comment