Wednesday, February 23, 2011

Bukti Cinta Pada Rasulullah


Di Tan’im sebuah daerah di luar kota Makkah pada saat itu, hari sudah sampai di pertengahan. Terik matahari, debu-debu yang berterbang garang di antara jubah indah yang dikenakan para pemuka Quraisy, hingga kilau pasir sahara yang panas tak terkira, menemani Khubaib bin ‘Ady yang tengah mendirikan shalat dua rakaat panjang. Ia masih ingin shalat sebenarnya, menjumpai zat yang dicinta sepenuh jiwa, Allah. Ia berkata kepada orang-orang Quraisy yang menyemut memperhatikannya “Demi Allah, jika bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya aku menambah shalatku”. Beberapa dari orang Quraisy kini tengah bersiap dengan pelepah kurma yang mereka jelmakan serupa kayu salib raksasa. Tubuh Khubaib kemudian diikat kukuh di sana. 
Kemudian mereka yang sejak tadi tidak sabaran memotong-motong Khubaib dalam keadaan hidup, mereka memotongnya sepotong demi sepotong, sambil berkata, 
“Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu dan kamu selamat?”, maka ia menjawab-sementara darah mengucur dari badannya, “Demi Allah! Saya tidak suka bersenang-senang dan berkumpul bersama istri dan anak sedangkan Muhammad tertusuk duri”. Maka orang-orang melambaikan tangannya ke atas, dan teriakan mereka semakin keras, “Bunuh!-bunuh…!.”
Khubaib kemudian bersyair dengan lantang sambil memandang tebasan-tebasan pedang ke tubuhnya:“Mati bagiku tak menjadi masalah. Asalkan ada dalam ridha dan rahmat Allah. Dengan jalan apapun kematian itu terjadi. Asalkan kerinduan kepada Nya terpenuhi. Ku berserah kepada Nya. Sesuai dengan takdir dan kehendak Nya. Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah. Pada setiap sobekan daging dan nanah”
Ucapan Khubaib terhenti. Beratus anak panah menghunjam tubuhnya. Pepasir Tan’im tersaput darah yang tumpah. Tubuh Khubaib terkoyak. Luka menganga dimana-mana. Tenaga Khubaib melemah, ia menengadah. Ia tak perkasa bertutur lagi. Hingga doa yang ia pinta, hanya terdengar lirih di lengang udara : “Allahu Rabbi, ku telah menunaikan tugas dari Rasul Mu, Maka mohon disampaikan pula kepadanya, Tindakan orang-orang ini terhadap kami.”
Pembaca yang budiman, itulah sepenggalah kisah dari seorang sahabat yang sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam keadaan menderita sekalipun ia masih sempat untuk membela kekasihnya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Karena cinta butuh bukti
Suatu nikmat yang sangat agung ketika Nabi Muhammad 
shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ke dunia ini, dengan diutusnya beliau berarti muncullah seorang Nabi dan Rasul yang penuh kasih sayang, yang membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah Ta’ala, membersihkan jiwa-jiwa kaum muslimin dan yang mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, kemudian melalui dirinya lah jua Allah mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kebodohan masa jahiliyah menuju Cahaya Islam yang keindahan dan kemuliaannya dapat kita nikmati hingga saat ini.
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran : 164)
Oleh sebab itu setiap dari diri kita wajib bersyukur kepada Allah Ta’ala atas diutusnya nabi yang mulia tersebut dan juga  wajib mencintai Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/164)
Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.
Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib, akan tetapi mencintai Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan berarti berlebihan dalam melakukan amalan ibadah yang tidak pernah ia contohkan atau membuat dongeng dan keyakinan-keyakinan yang tidak berdasar apalagi membuat ritual-ritual ibadah yang tidak ada bimbingan sebelumnya, karena hal itu nyata-nyata bukanlah termasuk ungkapan rasa cinta dan syukur yang diajarkan oleh Islam sedari dulu hingga kini.
“Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’urisyidin yang diberi petunjuk setelahku, pegang teguhlah ia, gigitlah dengan gigi geraham, hindarilah oleh kalian segala perkara yang diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan ” (HR: Ahmad dan ashabussunan, dan disohihkan oleh Tirmidzi, Hakim dan Dzahabi).
Suatu ketika Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, saya mencintaimu lebih dari segalanya kecuali nyawa saya.” Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “seseorang tidak akan menjadi seorang mukmin yang sempurna sebelum dia lebih mencintai aku dari pada dirinya sendiri.”Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata lagi, “sekarang saya mencintai engkau lebih dari diri saya sendiri”Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekarang ia Umar,”
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga hal jika terdapat pada diri seorang muslim, maka dia akan mendapatkan kemanisan iman, yaitu: mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari pada mencintai segalanya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, benci untuk kembali menjadi kafir sebagaimana dia benci di lemparkan kedalam neraka.”
Ada seorang sahabat radhiyallahu ‘anhu mendatangi Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya,“Wahai rasulullah kapankah datangnya hari Kiamat?” Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab sampai orang tersebut bertanya 3 kali, namun kemudian beliau balik bertanya, “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari kiamat?” Sahabat itu menjawab, “Wahai Rasulullah, saya tidak mempersiapkan dengan banyak shalat,puasa dan sedekah, tapi saya mempersiapkannya dengan mencintai engkau di dalam hati saya.” Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam, menjawab; “Insya Allah, engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai,”
Pembaca yang budiman,
Kecintaan kepada Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kewajiban, hal mutlak yang harus ada pada diri setiap muslim, konsekuensi kalimat kedua yang memasukkan kita ke dalam golongan kaum muslimin, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manifestasi dari kecintaan kepada yang telah mengutus beliau, Allah Jalla wa A’la. Sebagai wujud kongkrit kuatnya keimanan seseorang kepada Allah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alamemang benar-benar telah mengutus manusia terbaik untuk menyebarkan risalah yang suci dan agung. Membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kepada makhuk menuju penghambaan hanya kepada Allah semata (minal ibadatil ibad, ila ibadatil rabbil ibad).
Pun sebaliknya, kebencian kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tabuhan genderang perang kepada Allah, dan kaum muslimin yang mencintai Beliau.
Saudara seiman yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala
Mungkin kita masih ingat dengan pemuatan kartun keji pada sebuah Koran di Denmark Jyllands-Posten, dan juga apa yang dilakukan oleh Lars Vilks kartunis dari Swedia yang menggambarkan Rasulullah sebagai binatang dan untuk kesekian kalinya kemarahan kita kembali “digelitik” dengan adanya upaya sekelompok orang di dunia maya yang untuk membuat sebuah kegiatan yang mereka beri nama
Everybody Draw Mohammed Day pada hari ini Kamis tanggal 20 Mei 2010. Ini jelas adalah pelecehan kepada umat Islam terkhusus kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan hanya karena penggambaran yang tidak senonoh yang mereka lakukan tapi juga karena dalam Islam kita tidak diperbolehkan menggambarkan visualisasi dalam bentuk apapun terhadap beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dari dulu sampai sekarang usaha-usaha untuk merendahkan kehormatan Rasulullah akan senantiasa ada oleh orang-orang yang tidak senang dengan syariat yang Beliau bawa. Diabadikan dalam Al Qur’an oleh Allah,“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al Baqarah: 120)
Penghinaan kepada Rasulullah dalam bentuk film kartun yang menggambarkan perilaku yang tidak selayaknya dinisbatkan kepada Beliau adalah bukti nyata akan kebencian mereka sejak dari pendahulu-pendahulu mereka.
Sebagaimana kewajiban untuk mencintai segala pribadi dan sunnah Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kebencian terhadap segala bentuk penghinaan dan pelecehan kepada beliau adalah juga harusnya ada dihati-hati kaum yang masih merasa sebagai pengikut Beliau. Sebab penghinaan kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam tak lain dan tak bukan merupakan penghinaan kepada Allah, kepada syiar-syiar Allah,“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32).
Walaupun sebenarnya tanpa pembelaan kita, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap dalam kemuliaan kehormatannya yang mulia disisi Allah, tak berkurang sedikitpun. Tapi keimanan perlu pembuktian bukan sekedar penghias bibir saja, peristiwa-peristiwa seperti ini adalah momen menguji wala’(loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) kita, apakah kita berada dalam barisan kaum muslimin atau sebaliknya.
Wallahu Ta’ala A’lam

No comments:

Post a Comment