Saturday, April 16, 2011

Nasihat Imam Ali Bin Abi Thalib Kepada Kumail Bin Ziyad

Berkata Kumail bin Ziyad An-Nakha’iy: “Pada suatu hari, Amirul Mu’minin Ali bin Abu Thalib kw.(karamallahu wajhahu=semoga Allah memuliakan wajahnya) menggandeng tanganka dan membawaku ke suatu tempat pekuburan. Sesampainya di sana, beliau menarik nafas panjang dan berkata kepadaku.”:

“Wahai Kumail, sesungguhnya qalbu manusia itu seperti wadah, yang terbaik darinya ialah yang paling rapi menjaga segala yang disimpan di dalamnya. Maka ingatlah apa yang kukatakan kepadamu ini.
Manusia itu ada tiga macam:

Rabbani yang berilmu, atau
orang yang senantiasa belajar dan selalu berusaha agar berada di jalan keselamatan,
atau -selebihnya- orang-orang awam(kebanyakan) yang bodoh dan picik, yang mengikuti semua pendapat -yang benar maupun yang batil- bergoyang bersama setiap angin yang berhembus, tiada bersuluh dengan cahaya ilmu dan tiada melindungkan diri dengan ‘pegangan’ yang kokoh.

Wahai Kumail, ilmu adalah lebih utama daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan kau harus menjaga hartamu. Harta akan berkurang bila kau nafkahkan, sedangkan ilmu bertambah subur bila kaunafkahkan. Demikian pula budi yang ditimbulkan dengan harta akan hilang dengan hilangnya harta.
Wahai Kumail, makrifat ilmu seperti juga agama, merupakan pegangan hidup yang paling baik. Dengannya orang akan beroleh ketaatan dan penghormatan sepanjang hidupnya serta harum namanya setelah wafatnya. Ilmu adalah hakim, sedang harta adalah sesuatu yang dihakimi.


Wahai Kumail, kaum penumpuk harta telah ‘mati’ di masa hidupnya, sedangkan orang-orang yang berilmu tetap ‘hidup’ sepanjang masa. Sosok tubuh mereka telah hilang, namun kenangan kepada mereka tetap di hati.

Ah… di sini (sambil menunjuk ke arah dada beliau) tersimpan ilmu yang sangat banyak…, sekiranya kujumpai orang-orang yang mau dan mampu ‘memikulnya’ !

Memang, telah kudapati orang yang cerdas akalnya, tapi ia tak dapat dipercaya. Seringkali memperalat ilmu agama untuk kepentingan dunia, menindas hamba-hamba Allah dengan anugrah nikmat-Nya yang dikaruniakan atas dirinya, memaksakan pendapatnya atas orang-orang kecintaan Allah.

Atau kudapati seorang yang sangat patuh kepada para pembawa kebenaran, tetepi tidak memiliki kearifan untuk menembus pelik-peliknya, sehingga hatinya mudah goyah setiap kali keraguan -walau sedikit- melintas di depannya.
Tidak! Bukan yang ini atau yang itu!
Juga bukan seseorang yang amat rakus mencari kelezatan hidup, yang dikendalikan hawa nafsu. Atau yang gemar mengumpulkan dan menyimpan harta. Tiada keduanya patut termasuk di antara para penggembala agama, tapi justru lebih dekat kepada binatang ternak yang digembalakan untuk mencari makan. Begitulah, ilmu menjadi ‘mati’ dengan kematian para pembawanya.
Meskipun demikian, … demi Allah, bumi ini takkan pernah kosong dari Qa-im lillah bi hujjah (petugas Allah pembawa hujjah-Nya), baik ia yang tampak dan dikenal atau yang cemas terliput oleh kezaliman atas dirinya. Sehingga -dengan demikian- tiada akan pernah menjadi batal hujah-hujah Allah dan tanda-tanda kebenaran-Nya.
Namun berapakah… dan dimanakah mereka..?

Sungguh mereka amat sedikit jumlahnya tetapi teramat agung kedudukan (maqam) nya di sisi Allah. Dengan merekalah Allah menjaga hujah-hujah dan ayat-ayat-Nya, sampai mereka menyerah-terimakannya kepada orang-orang yang berpadanan dengan mereka, menanamnya di qalbu orang-orang yang mirip mereka.

Hakikat ‘ilmu’ menghunjam dalam lubuk kesadaran (shadr) nurani mereka. Sehingga tindakan mereka berdasarkan ‘ruh’ keyakinan (al-yaqin).
Hidup zuhud, yang dirasa keras dan sulit bagi kaum yang suka bermewah-mewah, bagi mereka terasa lembut dan lunak. Hati mereka tentram dengan segala yang justru menggelisahkan orang-orang bodoh. Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh-tubuh jasad yang ‘tersangkut’ di tempat-tempat yang amat tinggi…
Mereka itulah khalifah-khalifah Allah di muka bumi-Nya yang menyeru kepada agama Allah…
Ah… sungguh sangat besar rinduku bertemu dengan mereka!
Kini, pulanglah engkau Kumail, bila kau berminat…”

No comments:

Post a Comment