Dalam Islam persyaratan (mahar) untuk menikah mudah. Kalau memiliki rejeki yang lapang nilainya bisa besar dan kalaupun tidak memilikinya cukuplah menikah dengan cincin besi. Bahkan bisa juga menikah dengan mahar berupa pemberian jasa, bisa pula maharnya dihutang. Asalkan mempelai wanita ridlo. Pemberian mas kawin/ mahar merupakan bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita. Dahulu di zaman jahiliah, wanita tidak memiliki hak untuk dimiliki sehingga urusan mahar sangat bergantung kepada walinya. Walinya itulah yang kemudian menentukan mahar, menerimanya dan juga membelanjakannya untuk dirinya sendiri. Sedangkan pengantin wanita tidak punya hak sedikitpun atas mahar itu. Berbeda dengan Islam, yang menjadikan mahar itu menjadi kewajiban kepada wanita dan bukan kepada ayah/ibunya/walinya.
Hal ini disyariatkan dalam beberapa ayat Al Qur’an dan Sunah nabi: "Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya".(An-nisa: 4) Ajaran Rasulllah SAW, besar kecilnya mahar sangat bergantung permintaan wanita dan kemampuan dari mempelai laki-laki.
Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa besarnya mahar minimal 10 dirham.
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar. Dalam beberapa riwayat disebutkan betapa tidak memberatkannya nilai mahar yang diwajibkan bagi calon mempelai:
Sepasang Sendal ”Dari Amir bin Robi'ah bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?". Dia menjawab," Rela". Maka Rasulullahpun membolehkannya” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu madjah).
Hafalan Quran “Dari Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya". Rasulullah berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu". Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun". Rasulullah berkata, " Carilah walau cincin dari besi". Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur'an?". Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan qur'anmu" (HR Bukhori Muslim).
Tidak Dalam Bentuk Apa-apa Kemudahan dalam memberikan mahar tercermin pula dalam pernikahan seorang sahabat nabi. Dimana ada seorang wanita rela tidak mendapatkan mahar dalam bentuk benda atau jasa yang bisa dimiliki. Cukup baginya keimanan calon suaminya non muslim untuk masuk Islam. Tanpa sebuah benda atau barangpun yang dimintanya. KeIslamanannyalah yang menjadi mahar untuknya. “Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata," Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya". Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu”. (HR Nasa'ih).
Jadi, wahai para pemuda Islam menikahlah dengan mahar yang mampu engkau bayar. Mahar bukanlah sesuatu yang menakutkan. Wahai para muslimah mintalah mahar yang tidak memberatkan muslimin. Perlu disadari oleh para pemuda dan pemudi bagaimana kedudukan mahar yang murah dalam sebuah pernikahan. Mari kita cermati sabda nabi SAW: ”Dari Aisyah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda," Nikah yang paling besar barokahnya itu adalah yang murah maharnya" (HR Ahmad)
Disadur Fikih Nikah dalam buku: “Menikah Dalam 27 Hari” tulisan Muhamma